Kamis, 05 Januari 2012

Manfaat Bulu Ayam Sebagai Bahan Pakan Alternatif Sumber Protein Hewani

Manfaat Bulu Ayam Sebagai Bahan Pakan Alternatif Sumber Protein Hewani

 

 Masalah utama dalam peningkatan produksi ternak unggas adalah penyediaan pakan sumber protein hewani (tepung ikan) yang harganya relatif mahal. Untuk memenuhi kebutuhan tepung ikan Indonesia masih mengimport dari luar negeri karena produk dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan yang ada sehingga harganya sangat mahal dibanding bahan pakan lain. Untuk menekan biaya pakan dan mengefisiensikan pakan diusahakan memanfaatkan limbah pertanian ataupun peternakan.

Salah satu produk pengolahan hasil peternakan yang belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pakan ternak adalah bulu ayam. Bulu ayam merupakan limbah peternakan yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternatif pengganti sumber protein hewani dalam formulasi ransum ayam (unggas). Hal ini disebabkan karena bulu ayam memiliki kandungan protein cukup tinggi. Murtidjo (1995), protein kasar tepung bulu ayam mencapai 86,5% dan energi metabolis 3.047 kcal/kg. Demikian juga menurut Rasyaf (1993), bulu ayam mengandung protein kasar cukup tinggi, yakni 82 – 91 % , kadar protein jauh lebih tinggi dibanding tepung ikan.
Bila dlihat dari segi ketersediaannya, tepung bulu ayam sangat potensial dijadikan sebagai bahan pakan alternatif dalam ransum unggas. Ini didukung oleh jumlah pemotongan ayam yang terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga menyebabkan ketersediaan limbah bulu ayam terus meningkat. Demikian juga, bila ditinjau dari kandungan proteinnya maka bulu ayam cukup potensial dijadikan sebagai bahan pakan alternatif sumber protein hewani penganti tepung ikan karena mengandung protein cukup tinggi dan kaya akan asam amino esensial. Namun sebagai bahan pakan alternatif, tepung bulu ayam tidak hanya dilihat dari segi ketersediaannya saja tetapi kandungan nutrisinya apakah mendukung untuk digunakan dalam formulasi ransum unggas secara luas.
Sebagai bahan baku pakan ternak, bulu unggas jarang digunakan oleh pabrik pakan ternak unggas. Walaupun mengandung protein cukup tinggi dan kaya asam amino esensial, tepung bulu mempuyai faktor penghambat seperti kandungan keratin yang digolongkan kepada protein serat. Kandungan protein kasar yang tinggi dalam tepung bulu ayam tersebut tidak diikuti oleh nilai biologis yang tinggi. Hal ini menyebabkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik pada tepung bulu ayam rendah. Nilai kecernaan yang rendah pada tepung bulu ayam disebabkan oleh kandungan keratin. Keratin merupakan protein yang kaya akan asam amino bersulfur, sistin. Keratin sulit dicerna karena ikatan disulfida yang dibentuk diantara asam amino sistin menyebabkan protein ini sulit dicerna oleh ternak unggas, baik oleh mikroorganisme rumen maupun enzim proteolitik dalam saluran pencernaan pasca rumen pada ternak ruminansia.
Keratin dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim, sehingga pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan. Sehingga bila tepung bulu ayam digunakan sebagai bahan pakan sumber protein, sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan kecernaannya. Nilai biologis tepung bulu ayam dapat ditingkatkan dengan berbagai pengolahan dan pemberian perlakuan yang benar.  Ada beberapa metode pengolahan untuk meningkatkan nilai nutrisi tepung bulu ayam:
1) Perlakuan Fisik Dengan Pengaturan Temperatur Dan Tekanan,
2) Secara Kimiawi Dengan Penambahan Asam Dan Basa (Naoh, Hcl),
3) Secara Enzimatis Dan Biologis Dengan Mikroorganisme,
4) Kombinasi ketiga metode tersebut.
Penggolahan Melalui Perlakuan Fisik dengan Pengaturan Temperatur dan Tekanan
Tepung bulu direbus dalam wajan tertutup dengan tekanan 3,2 atmosfer selama 45 menit dan dikembalikan pada tekanan normal selama periode tersebut. Setelah itu dikeringkan pada temperatur 600C dan digiling hingga halus. Hasil penggolahan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisis Asam-asam amino dan Nitrogen pada Tepung bulu Terolah (gr/16 nitrogen)*
Asam Amino T.bulu tanpa diolah T.Bulu dg “Pemasakkan” Bertekanan
Lysine 2.22 2.08
Methionin 0.83 0.72
Cystine 9.02 6.29
Methionin+Cystine 9.85 7.01
Asam Aspartat 6.71 6.58
Threonine 5.21 4.84
Serine 12.52 11.81
Asam Glutamat 12.11 11.91
Glycine 7.92 7.54
Alanine 4.29 4.30
Valine 7.97 7.25
Isolucine 5.25 4.82
Leucine 8.40 8.05
Tyrosine 3.11 2.48
Phenylalanine 4.91 4.61
Histidine 0.80 0.72
Arginine 7.08 6.15
Tryptophan 0.86 0.73
Nitrogen, % B.K 15.43 15.38
Sumber: Pond dan Maner (1974)
Pengolahan Secara Kimiawi / Hidrolisis
Pengolahan secara kimiawi diolah dengan proses NaOH 6 % dan dikombinasikan dengan pemanasan tekanan memberikan nilai kecernaan 64,6 %. Lama pemanasan juga dapat meningkatkan kecernaan pepsin tepung bulu ayam hingga 62,9 %. Namun, pemanasan yang terlampau lama dapat merusak asam amino lisin, histidin dan sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi kecoklatan (browning reaction). Kandungan nutrisi tepung bulu terolah tertera pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Terolah/ Terhidrolisa
Nutrisi Kandungan
Protein Kasar, % 85
Serat Kasar, % 0,3 – 1,5
Abu, % ,0 – 3,5
Calsium, % 0,20 – 0,40
Phospor, % 0,20 – 0,65
Garam, % 0,20
Sumber: McDonald et al (1989) dan Pond and Manner (1974)
Tehnik pengolahan kombinasi antara perlakuan fisik dan kimia merupakan teknik pengolahan yang saat ini bayak dipakai oleh industri TBA. Sejauh ini penggunaan tepung bulu tidak lebih dari 4 % dari total formulasi ransum unggas tanpa membuat produktivitas unggas merosot. Namun penggunaan dengan level yang lebih tinggi sangat diharapkan agar diperoleh ransum yang lebih ekonomis. Semakin baik pengolahannya, maka akan semakin baik pula hasilnya. Untuk itu penelitian-penelitian lebih lanjut sangat diharapkan seperti penggolahan secara enzimatis melalui fermentasi tepung bulu ayam menggunakan berbagai sumber enzim proteolitik.
Kesimpulan
1.Tepung bulu ayam dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein hewani di dalam ransum pendamping tepung ikan.
2.Guna meningkatkan penggunaannya perlu penelitian berkaitan dengan pengolahan-penggolahan secara enzimatis dengan memanfaatkan berbagai sumber bakteri proteolitik.
3.Pemanfaatan lebih luas merupakan salah satu strategi dalam mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan produksi limbah bulu ayam yang terus meningkat.
Sumber Pustaka
Murtidjo, B.A. 1995. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Pond,W.G and J.H. Manner. 1974. Swine Production in Temperate and Tropical Environments. W.H.
Freman and Company. San Fransisco.
Rasyaf, M, 1993. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Yunilas, FP USU Medan